Senin, 05 Januari 2015

EVALUASI PAI



BAB I
PENDAHULUAN

a.      Latar Belakang
Dalam proses pendidikan, tujuan merupakan sasran ideal yang hendak dicapai dalam program dan di proses dalam produk kependidikan atau output kependidikan. Evaluasi dalam pendidikan merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku anak didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental, psikologis, dan spiritual religius, karena manusia bukan saja sosok pribadi yang tidak bersifat religius, melainkan juga berilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada tuhan dan masyarakatnya.[1]
Pelaksanaan pembelajaran PAI membutuhkan pengembangan yang mampu memberikan kontribusi maksimal dalam upaya menghadapi tantangan-tantangan kehidupan. Implikasinya, evaluasi harus dilakukan. Hasil evaluasi dapat digunakan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan lebih lebih lanjut evaluasi dapat dugunakan untuk memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan, metode, dan alat bantu pelajar, serta menentukan cara penilaian.[2]
Kurikulum PAI memerlukan evaluasi sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, yang berbarengan dengan lajunya perkembangan zaman dan tuntutan kehidupan. Evaluasi kurikulum dapt diketahui melalui dua dimensi: dimensi program pendidikan (kurikulum ideal yang disusun dalam bentuk kurikulum KTSP beserta pedoman pelaksanaan) dan dimensi pelaksanaan kurikulum disekolah (kurikulum aktual).[3]
b.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian Evalusi?
2.      Bagaimana Jenis Evaluasi PAI?
3.      Bagaimana Prosedur Evaluasi PAI?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Evaluasi
Evaluasi berasal dari bahasa inggris “Evaluation” akar katanya value yang berarti nilai atau harga. Dalam bahasa arab disebut al-qimah atau al-taqdir. Dengan demikian secara harfiah, evaluasi pendidikan al-taqdir at-tarbawy dapat diartikan sebagai penilaian dalam (bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.[4]
Istilah nilai (Valuel al-qimah) pada mulanya dipopulerkan oleh filosof dan plato yang pertama kali mengemukakannya. Kata nilai menurut pengertian filosof adalah “Idea of world“. Selanjutnya kata nilai menjadi populer, bahkan menjadi istilah yang ditemukan dalam dunia ekonomi. Kata nilai biasanya dipautkan dengan harga.
Menurut Ralph Tayler evaluasi adalah proses yang menentukan sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai.[5] Sedangkan Cronbach, Stufflebeam dan Alkin mengartikan evaluasi dengan menyediakan informasi untuk membuat keputusan. Pendapat lain dikemukakan oleh Malcolm dan Provus mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan standar untuk mengetahui apakah ada selisih. Ada juga yang mengemukakan bahwa evaluasi adalah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek.
Melihat dari uraian di atas maka dapat diketahui adanya perbedaan pendapat diantara para ahli tentang definisi dari evaluasi. Namun demikian secara garis besar masih ada titik  temunya. Berkaitan dengan evaluasi dalam pembelajaran pendidikan agama islam maka yang dimaksudkan adalah ingin mengetahahui, memahami dan menggunakan hasil kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan incidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan berdasarkan atas tujuan yang jelas.[6]
Adapun ruang lingkup kegiatan evaluasi pendidikan agama mencakup ppenilaian terhadap kemajuan belajar (hasil belajar) murid dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap sesudah mengikuti program pengajaran.
Sedangkan di dalam pendidikan agama, evaluasi sebagai suatu sistem, bukan sekedar pekerjaan tambal sulam, tetapi evaluasi merupakan salah satu komponen, disamping materi (bahan) kegiatan belajar mengajar, alat pelajaran, sumber dan metode, yang kesemua komponen saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah di rumuskan.[7]

B.     Jenis Evaluasi PAI
Evaluasi belajar sudah tentu juga berfungsi melaksanakan ketentuan konstitusional yang termaktub dalam undang-undang sisdiknas No. 20/2003 bab XVI pasal 57 (1) yang berbunyi “ Evaluasi pendidikan di lakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.
Evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu, ragamnyapun banyak, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
Jenis-jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam adalah:
a.       Evaluasi Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik setelah menyelesaikan satuan program pembelajaran (kompetensi dasar) pada mata pelajaran tertentu.
1)         Fungsi Untuk memperbaiki proses pembelajaran kearah yang lebih baik dan efisien atau memperbaiki satuan atau rencana pembelajaran.
2)         Tujuan Untuk mengetahui hingga dimana penguasaan peserta didik tentang materi yang diajarkan dalam satu rencana atau satuan pembelajaran.
3)         Aspek penilaian  Aspek yang dinilai pada penilaian normative ialah hasil kemajuan belajar peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap terhadap materi ajar agama yang di sajikan.
b.      Evaluasi Sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu semester dan akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya.
Dalam hal ini ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1)         Fungsi, yaitu untuk mengetahui angka atau nilai peserta didik setelah mengikuti program pembelajaran dalam satu catur wulan, semester atau akhir tahun.
2)         Tujuan, untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti program pembelajaran dalam satu catur wulan, semester atau akhir tahunpada setiap mata pelajaran (PAI) pada satu satuan pendidikan tertentu.
3)         Aspek-aspek yang dinilai, yaitu kemajuan hasil belajar meliputi pengetahuan, ketrampilan, sikap dan penguasaan peserta didik tentang mata pelajaran yang diberikan.
4)         Waktu pelaksanaan, yaitu setelah selesai mengikuti program pembelajaran selama satu catur wulan, semester atau akhir tahun pembelajaran pada setiap mata pelajaran (PAI) pada satu tingkat satuan pendidikan.
c.       Evaluasi penempatan (placement), yaitu evaluasi tentang peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar yang sesuai dengan kondisi peserta didik.
1)      Fungsi, yaitu untuk mengetahui keadaan peserta didik termasuk keadaan seluruh pribadinya, sehingga peserta didik tersebut dapat ditempatkan pada posisi sesuai dengan potensi dan kapasitas dirinya.
2)      Tujuan, yaitu untuk menempatkan peserta didik pada tempat yang sebenarnya, berdasarkan bakat, minat, kemampuan, kesanggupan, serta keadaan diri peserta didik sehingga peserta didik tidak mengalami hambatan yang berarti dalam mengikuti pelajaran atau setiap program bahan yang disajikan guru.
3)      Aspek-aspek yang dinilai, meliputi keadaan fisik, bakat, kemampuan, pengetahuan, pengalaman keterampilan, sikap dan aspek lain yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan peserta didik selanjutnya.
4)      Waktu pelaksanaan, sebaiknya dilaksanakan sebelum peserta didik menempati/menduduki kelas tertentu, bisa sewaktu penerimaan murid baru atau setelah naik kelas.
d.      Evaluasi Diagnostik, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan belajar peserta didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan maupun hambatan-hambatan yang ditemui dalam situasi belajar mengajar. (Abudin Nata, 2010).
1)      Fungsi, yaitu untuk mengetahui masalah-masalah yang diderita atau mengganggu peserta didik, sehingga peserta didik mengalani kesulitan, hambatan atau gangguan ketika mengikuti program pembelajaran dalam satu mata pelajaran tertentu (PAI). Sehingga kesulitan peserta didik tersebut dapat diusahakan pemecahannya.
2)      Tujuan, yaitu untuk membantu kesulitan atau mengetahui hambatan yang dialami peserta didik waktu mengikuti kegiatan pembelajaran pada satu mata pelajaran tertentu (PAI) atau keseluruhan program pembelajaran.
3)      Aspek-aspek yang dinilai, meliputi hasil belajar, latar belakang kehidupannya, serta semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.
4)      Waktu pelaksanaan, disesuaikan dengan keperluan pembinaan dari suatu lembaga pendidikan, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan para peserta didiknya.[8]

Dengan menggunakan sistem evaluasi yang tepat sasaran maka seorang guru akan dapat mengetahui dengan pasti tentang kemajuan, kelemahan, dan hambatan-hambatan manusia didik dalam pelaksanaan tugasnya, yang pada gilirannya akan di jadikan bahan perbaikan program secara langsung di lakukan remidial teaching ( perbaikan melalui kursus tambahan dan lain-lain ) atau bila di pandang perlu manusia didik di beri bimbingan belajar secara lebih insentif.
Di samping itu, evaluasi prestasi belajar sudah tentu juga berfungsi melaksanakan ketentuan konstitusional yang termaktub dalam undang-undang sisdiknas No. 20/2003 bab XVI pasal 57 (1) yang berbunyi “ Evaluasi pendidikan di lakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.
Pada prinsipnya, evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu, ragamnyapun banyak, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
penerimaan murid baru atau setelah naik kelas.
Jika memperhatikan evaluasi belajar jangka pendek dan jangka panjang, maka jenis evaluasi pendidikan dapat di bagi menjadi 3 macam:
1.      Evaluasi harian; yaitu kegiatan evaluasi yang di lakukan sehari-hari baik di beritahukan lebih dahulu atau yidak.
2.      Evaluasi umum; yaitu kegiatan evaluasi yang di lakukan pada akhir catur wulan atau semester.
3.      Evaluasi pada akhir tahun ajaran, terhadap murid-murid tingkat akhir.[9]
Muhibbin Syah dalam bukunya psikologi belajar, membagi jenis-jenis evaluasi sebagai berikut:
a.      Pre test dan post test
b.      Evaluasi prasyarat
c.       Evaluasi diagnostik
d.      Evaluasi formatif
e.      Evaluasi sumatif
f.        Ujian akhir  nasional[10]
Sebagaimana halnya tes pada umumnya, tes dapat di bedakan kedal;am berbagai jenis atas dasar sejumlah kriteria antara lain meliputi:
1.      Kriteria cara penyusunan, dapat di adakan pembedaan antara:
a.      Tes terstandar
b.      Tes buatan guru
2.      Kriteria tujuan penyelenggaraan, dapat di bedakan menjadi:
a.      Tes seleksi
b.      Tes penempatan
c.       Tes hasil belajar tes diagnostik
d.      Tes uji coba
3.      Kriteria tahapan atau waktu penyelanggaraan, tes dapat berupa:
a.      Tes masuk
b.      Tes formatif
c.       Tes sumatif
d.      Pra test
e.      Post test
4.      Kriteria acuan penilaian, dapat di bedakan menjadi:
a.      Tes acuan normal
b.      Tes acuan patokan
5.      Kriteria bentuk jawaban, dapat di bedakan menjadi:
a.      Tes pilihan ganda
b.      Tes benar salah
c.       Tes esai
d.      Tes menjodohkan
e.      Tes melengkapi.[11]

Prosedur Evaluasi PAI
Menurut Mochtar Bukhari, ada beberapa langkah pokok dalam melaksanakan evaluasi. Langkah-langkah tersebut antara lain: perencanaan, pengumpulan data, verifikasi data, analisis data dan penafsiran data.
Langkah-langkah dalam perencanaan meliputi:
a.       Merumuskan tujuan evaluasi yang hendak dilakukan. Rumusan tujuan ini berpedoman pada tujuan lembaga pendidikan (selanjutnya ditulis: LP) tempat mengajar dan tujuan mata pelajaran yang diampu. Terhadap tujuan LP ini, kita merujuk pada visi LP tersebut. Sementara tujuan mata pelajaran, kita berpedoman pada tujuan yang tertuang dalam kurikulum atau merujuk pada Standar Kompetensinya. 
b.      Menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai. Apakah kognitif, afektif, atau, psikomotorik. Penetapan aspek ini bergantung pada tujuan evaluasi. Jika tujuan evaluasi mengarah pada kemampuan kognisi maka aspek yang pilih adalah aspek kognitif. Jika tujuannya mengarah pada sikap, maka yang dipilih adalah aspek afektif. Jika mengarah pada keterampilan, maka yang dipilih adalah aspek psikomotorik.
c.       Menentukan metode evaluasi yang akan digunakan. Ada dua metode dalam evaluasi, yaitu tes dan observasi. Penentuan ini didasarkan pada aspek yang dinilai. Jika kita ingin mengetahui kemampuan psikomotorik dan atau sikap anak, kita bisa menggunakan metode observasi. Jika kita ingin mengetahui kemampuan kognisi mereka, kita bisa menggunakan metode tes.
d.      Memilih atau menyusun alat-alat evaluasi yang akan digunakan. Penyusunan alat evaluasi ini bergantung pada metode yang dipilih. Jika dalam mengadakan evaluasi kita memilih metode tes maka dalam langkah ini kita harus menyusun soal-soal. Akan tetapi jika soal tes telah tersedia, kita tinggal memilihnya.  Jika kita memilih metode observasi, maka kita menyusun pedoman observasi (check list). Semua keterampilan yang ingin dinilai, disusun dalam check list tersebut.
e.       Soal tes ini sangat substansial dalam evaluasi. Sebab, tepat tidaknya data tentang hasil belajar sangat ditentukan oleh baik buruknya atau tepat tidaknya alat-alat evaluasi tersebut.
f.       Menentukan kriteria dalam menilai yang akan digunakan. Dalam hal ini kita dapat memilih skala 5, 9, 11, 100 dan lain-lain. Begitu juga norma yang digunakan. Apakah norma relatif atau absolut. 
g.      Menentukan frekuensi evaluasi. Berapa kalikah sebaiknya evaluasi dilakukan dalam suatu periode (satu semester atau satu tahun). Penentuan frekuensi ini bergantung pada susunan bahan pelajaran (berapa bab/unit). Idealnya evaluasi diadakan setelah menyelesaikan satu bab / unit.
Menurut Edwin Wundt dan Gerald W. Brown menyatakan bahwa langkah-langkah dalam prosedur penilaian hasil belajar harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1)   Apakah telah dimengerti benar tentang tujuan yang ingin dicapai?
2)   Dalam hal apa keadaan itu telah dipahami sebagai keterangan/bukti?
3)   Bagaimana memperoleh bukti laporan atau keterangan yang meyakinkan?
4)   Bagaimana menaksir keterangan-keterangan/bukti-bukti atau apakah bukti tersebut meyakinkan?[12]
Adapun langkah-langkah praktis yang yang di tempuh sebagai berikut:
a.    Langkah persiapan yang terdiri dari dua jenis yaitu:
1)         Langkah persiapan umum yang harus dilakukan pada tahap awal penyelenggaraan penilaian misalnya guru harus menetapkan lebih dahulu alat yang digunakan dan criteria yang dijadikan pedoman penilaian.
2)         Langkah persiapan khusus yaitu langkah yang harus dilaksanakan pada saat akan melakukan suatu langkah penilaian tertentu misalnya membuat alat penilaian dan menetapkan cara pencatatannya.Langkah verifikasi program/rencana yang telah dibuat. Pada langkah ini guru mengklasifikasikan rencana yang disusun menjadi dua katagori yaitu rencana yang baik/memadai dan rencana yang kurang baik. Untuk menilai ini diperlukan berbagai pertimbangan berdasarkan akal sehat dan cara berpikir logis. Disamping itu obyektivitas penilaian juga perlu ditekankan dalam menilai rencana.
3)         Langkah pelaksanaan,yaitu langkah menerapkan rencana/program yang dibuat pada langkah persiapan. Pada langkah pelaksanaan ini yang harus diperhatikan ialah hal-hal yang berkaitan dengan jenis informasi/data yang dikumpulkan, cara pengumpulan dan alat yang digunakan untuk memperoleh informasi.
4)         Langkah penafsiran, yaitu langkah member makna atau arti terhadap informasi yang diperoleh. Agar tidak terjadi over estimated atau under estimated perlu berhati-hati dalam membuat rincian kriteria/norma.[13]



[1]  H.M, Arifin, Ilmu  Pendidikan Islam, (Bumi Aksara, Jakarta, 1989), hal. 162
[2]  Dr. Rahmat Raharjo, M. Ag.Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam:hal.159-160
[3]  Ibid., hlm. 132                                             
[4] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Kalam Mulia, Jakarta, 2002), hal. 331
[5] Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 3.
[6]  Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Kalam Mulia, Jakarta, 1992), hal. 221
[7]  H. Zuhairini, dkk,Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Usaha Nasional, Surabaya, 1983), hal. 154
[8]  Ramayulis, Opcit, hal. 227-229
[9]  H. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Usaha Nasional, Surabaya, 1983), hal. 156
[10]  Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Rajawali Pers, Jakarta,2009), hal. 201
[11]  Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Grasindo, Jakarta, 2002), hal. 408-428
[12]  Udin S winataputra,at-al, Belajar dan Pembelajaran, (Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan   Universitas Terbuka, 1994), hlm. 171
[13]  Ibid. 170